Pages

Selasa, 07 Januari 2014

OPINI TENTANG KASUS KORUPSI 2013



Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Indonesia, Akil Mochtar menjadi tersangka dua kasus dugaan suap dan menyita barang bukti uang sekitar Rp 3 milyar dalam mata uang asing dan Rupiah.

Kepastian status tersangka bukan ketua MK itu disampaikan KPK Kamis (3/10/2013) malam setelah penyidik menggelar pemeriksaan terhadap 13 orang selama lebih dari dua belas jam sejak penggerebekan Rabu (2/10/2013) malam.

Ketua MK, Akil Mochtar, merupakan pejabat tertinggi negara yang pertama, sekaligus dari institusi tertinggi penegak hukum di Indonesia yang ditangkap KPK. Dia diduga menerima suap terkait perkara sengketa pemilihan dua kepala daerah, yakni di Kabupaten Gunung Mas, Kalimantan Tengah dan Kabupaten Lebak, Banten.

Dari kronologi yang disampaikan oleh pimpinan KPK, penyerahan uang dilakukan langsung di rumah tersangka dalam mata uang US$ dan SING$ senilai Rp 2 milyar, sementara Rp 1 milyar lainnya disita dari tempat lain. “Kalau kita jumlah keseluruhan ini kurang lebih Rp 3 milyar, oleh karena itu KPK sudah menetapkan secara resmi orang orang yang menjadi tersangka,” ungkap Ketua KPK Abraham Samad.

Kewenangan Mahkamah Konstitusi (MK) yang sangat besar dinilai sangat berisiko memunculkan praktik korupsi seperti terbukti dengan tertangkapnya Ketua MK Akil Mochtar. Karena itu muncul usulan agar kewenangan yang dimiliki MK dievaluasi.

Usulan itu disampaikan pakar hukum tata negara Universitas Atmajaya Max Boli Sabon. Dia bahkan menyebut kewenangan MK menangani sengketa pemilihan kepala daerah (pilkada) seharusnya dipangkas. ”Kalau mau dikurangi ya kewenangan MK. Kalau dulu MK hanya berwenang mengadili hasil sengketa pemilu pada tingkat presiden dan DPR juga DPRD, sekarang malah ditambah menangani sengketa pilkada. Ini yang bahaya,” ucap Max saat dihubungi KORAN SINDO kemarin.

 Max melihat sengketa pilkada jika ditangani secara terpusat di Jakarta (MK) sangat berisiko bagi hakim konstitusi untuk tergoda praktik korupsi. Hal ini terkait dengan mahalnya biaya yang harus dikeluarkan pihak-pihak beperkara. Dengan kondisi tersebut, mereka pun berjuang mati-matian agar kasus yang mereka ajukan ke MK bisa menang, termasuk dengan cara suap. ”Ada 500 lebih kepala daerah di tingkat kabupaten kota dan ada 30 lebih di provinsi yang potensial bersengketa. Kalau semua itu memberondong sembilan hakim konstitusi bisa dibayangkan bagaimana,” jelasnya.

Evaluasi terhadap kewenangan MK ternyata sedang berlangsung di DPR. Hal ini terkait dengan pembahasan Rancangan Undang- Undang (RUU) Pilkada yang di dalamnya diatur tentang siapa yang berwenang menyelesaikan sengketa pilkada. Munculnya kasus suap yang melibatkan Akil Mochtar sangat mungkin berpengaruh terhadap sikap fraksi-fraksi di DPR. Sebelumnya sikap mereka terbelah menjadi dua, ada yang menginginkan penyelesaian tetap di MK dan ada yang menginginkannya di Mahkamah Agung (MA).

Ketua Panja RUU Pilkada Abdul Hakam Naja membenarkan adanya tarik ulur masalah tersebut. Fraksi PAN, misalnya, sebelumnya tetap menginginkan sengketa pilkada diselesaikan di MK. Namun, dengan adanya kasus Akil Mochtar, dia meyakini fraksi PAN maupun fraksi lain akan berubah pendapat. ”Dengan adanya kejadian ini, masa akan kita teruskan. Kejadian ini tampaknya semakin mengerucutkan ke MA,” ungkapnya. Ketua Fraksi Partai Hanura Sarifuddin Sudding mengaku berubah sikap atas penyelesaian sengketa pilkada.

Dengan adanya kasus Akil Mochtar, dia meyakini MK cukup menangani uji materi UUD, sengketa pemilu legislatif dan pemilu presiden. Sebaliknya MK tidak menangani sengketa pilkada. Adapun Ketua Fraksi PKS Hidayat Nur Wahid mengaku hingga kini sikap fraksinya belum berubah bahwa sengketa pilkada tetap di MK. Menurut dia, pemindahan ke MA pun tidak menjadi solusi untuk mengurangi suap.

”Di MA pun lebih banyak kasus suap,” ujarnya. Sementara Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) bersama enam pemimpin lembaga negara meminta MK melakukan evaluasi internal pascapenetapan Akil Mochtar sebagai tersangka kasus korupsi. Presiden menegaskan, hakim MK saat ini bisa melakukan evaluasi seperti melakukan penundaan sidang untuk sementara waktu atau mempertimbangkan permintaan masyarakat yang menginginkan delapan hakim MK lainnya mengundurkan diri.

”Saya mendengar banyak pihak agar hakim konstitusi sekarang ini mengundurkan diri dan saya serahkan sepenuhnya kepada MK,” ujar Presiden SBY di ruang kerja Kantor Kepresidenan Jakarta sore kemarin. Pernyataan Presiden SBY tersebut disampaikan seusai melakukan rapat konsultasi bersama seluruh kepala lembaga negara, kecuali MK. Didampingi Wapres Boediono, Presiden memimpin rapat yang membahas kasus MK tersebut selama hampir dua jam.

Hadir memenuhi undangan Presiden siang kemarin adalah Ketua MPR Sidharto Danusubroto, Ketua DPR Marzuki Alie, Ketua DPD Irman Gusman, Ketua BPK Hadi Poernomo, Ketua MA Hatta Ali, dan Ketua KY Suparman Marzuki. Dalam rapat hari itu, Presiden memutuskan lima butir agenda dan langkah-langkah penyelamatan MK. Kelima butir itu adalah, pertama, peradilan MK diharapkan dapat dijalankan dengan sangat hatihati dan jangan sampai ada penyimpangan baru. Butir kedua adalah agar penegakan hukum yang dilaksanakan KPK dapat dilakukan lebih cepat untuk meyakinkan semua pihak dan masyarakat tentang delapan hakim MK lainnya.

Selanjutnya, ketiga, Presiden akan menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undangundang (perppu) untuk diajukan ke DPR. Perppu ini antara lain akan mengatur persyaratan, aturan, dan seleksi hakim MK. Butir keempat, dalam perppu tersebut Presiden dan seluruh pimpinan lembaga negara berpendapat perlunya diatur proses peradilan di MK. Diharapkan KY dapat melakukan pengawasan terhadap hakim MK sebagaimana KY mengawasi hakim-hakimlainnya. Adapunbutir kelima, dalam fase konsolidasi yang dilakukan saat ini, MKjugaharusmelakukan audit intern.

Presiden berpendapat, perlu pula dilakukan audit eksternal oleh lembaga yang memiliki kewenangan. Pada kesempatan itu Presiden SBY juga menyampaikan bahwa dirinya memberhentikan sementara Ketua MK Akil Mochtar dari jabatannya. Presiden menegaskan, dirinya memberhentikan Akil dengan kewenangan yang dimilikinya sebagai kepala negara.

Opini secara keseluruhan dari kasus tersebut:

Opini saya dalam kasus ini, seperti kebanyakan kasus sebelumnya. Suap dan korupsi sudah biasa terjadi kalangan anggota pemerintahan. Kejadian berlatar belakang untuk kepentingan politik. Mahkamah Konstitusi merupakan salah satu lembaga negara yang melakukan kekuasaan kehakiman, menyelenggarakan pengadilan dan menegakan hukum.

Selain itu, MK(Mahkamah Konstitusi) mempunyai kewajiban memutuskan atas pendapat DPR apabila terjadi
a.)Penghiatan terhadap bangsa
b.)Korupsi
c.)Suap
d.)Tindak pidana lainnya.

Dengan adanya kejadian ini, kepercayaan masyarakat terhadap lembaga pemerintah semakin berkurang. Ini merupakan perilaku penyimpangan terhadap kekuasaan. Masyarakat menutut kejujuran dan keadilan pemerintah untuk pengambilan keputusan hukum. Kebijakan pengambilan keputusan oleh pemerintah dapat mempengaruhi masa depan negara dan keharmonisan masyarakat.

Sumber: