Pada
era globalisasi saat ini, dimana hambatan-hambatan perekonomian semakin pudar,
peralihan arus dana dari pihak yang surplus kepada yang defisit akan semakin
cepat dan tanpa hambatan. Pasar Modal sebagai pintu investasi terhadap aliran
dana dari pihak yang kelebihan kekayaan (surplus) kepada pihak yang kekurangan
dana (defisit) berperan sebagai lembaga perantara keuangan. Investor disini
adalah pihak yang surplus dalam kaitannya dengan keuangan.
Siapakah
pihak-pihak surplus ini? Dalam kaitannya dalam investasi dan sumber dana yang
digunakannya, investor dapat dibagi. Pertama, adalah investor domestik yaitu
adalah investor yang berasal dari dalam negeri yang menyusun portofolio asetnya
di pasar modal dalam negeri. Kedua adalah investor asing, yaitu investor yang
memiliki sejumlah dana dari luar negeri yang menyusun portofolio asetnya pada
sejumlah negara yang berbeda.
Investasi
asing yang datang ke negara-negara lain sebenarnya memiliki motif klasik yang
meliputi, motif mencari bahan mentah atau sumber daya alam, mencari pasar baru
dan meminimalkan biaya. Dari motif klasik tersebut kadangkala investor memiliki
motif lain yaitu motif mengembangkan teknologi. Investor menyalurkan dananya ke
negara lain biasanya tidak hanya membawa satu motif saja tetapi bisa karena
beberapa motif sekaligus.
Paling
tidak ada empat cara investor dapat masuk ke suatu negara: distressed asset investment, strategic investment, direct investment
dan portfolio investment. Distressed asset investment adalah investasi yang
dilakukan untuk mendapatkan kepemilikan atau membeli hutang suatu perusahaan
dalam kesulitan keuangan. Kedua, strategic investment secara umum investor
asing mengakuisisi perusahaan yang memiliki pangsa pasar cukup luas dan berada
dalam segmen bisnis serta faktor lokasi yang mendukung strategi ekspansi
perusahaan investor. Ketiga yakni investasi langsung (direct investment)
biasanya berlangsung pada sektor yang belum begitu berkembang, misalnya
pembangunan yang sarat teknologi atau pembangunan di sektor otomotif, biasanya
perusahaan. Keempat adalah portofolio investment yaitu investasi dalam surat hutang
dan saham di pasar modal.
Portofolio
investment inilah yang selama ini menjadi perhatian banyak praktisi di bidang
pasar modal. Mengapa demikian? Karena jenis investor ini merupakan yang paling
cepat memindahkan eksposurnya di suatu negara jika terjadi gejolak (politik,
ekonomi, kurs) yang diintrepretasikan sebagai ketidakpastian. Mereka juga
adalah investor yang memiliki pilihan paling luas dibanding ke tiga jenis
investor di atas. Sehingga jika ada kejadian tertentu baik secara makro,
sekoral ataupun regulasi pemerintah, maka investor ini adalah yang lebih rentan
dan sensitif terhadap refleksi atas informasi tersebut. Besarnya nilai
investasi asing yang masuk atau keluar, praktis juga akan mempengaruhi pasar
secara keseluruhan akibat adanya volume transaksi yang besar.
Peranan
modal asing dalam pembangunan negara telah lama diperbincangkan oleh para ahli
ekonomi pembangunan. Secara garis besar menurut Chereney dan Carter yaitu
pertama, sumber dana eksternal (modal asing) dapat dimanfaatkan oleh emerging
country sebagai dasar untuk mempercepat investasi dan pertumbuhan ekonomi.
Kedua, pertumbuhan ekonomi yang meningkat perlu diikuti dengan perubahan
struktur produksi dan perdagangan. Ketiga, modal asing dapat berperan penting
dalam mobilisasi dana maupun transformasi struktural. Keempat, kebutuhan akan modal
asing menjadi menurun segera setelah perubahan struktural benar-benar terjadi
(meskipun modal asing di masa selanjutnya lebih produktif).
Indonesia
sempat mengalami kehancuran ekonomi yang selama ini telah dibangun melalui
sendi-sendi kebijakan orde baru mulai merangkak kembali menyusun fondasi
perekonomiannya. International Financial Corporation (IFC) mengkaitkan
klasifikasi bursa saham dengan klasifikasi negara. Jika negara tersebut masih
tergolong sebagai negara berkembang, maka pasar di negara tersebut juga dalam
tahap berkembang, meskipun bursa sahamnya berfungsi penuh dan diatur secara
baik.
Pasar
modal berkembang dapat diidentifikasi melalui suatu negara, apakah negara
tersebut merupakan negara maju atau tergolong negara berkembang. Indikatornya
adalah pendapatan perkapita dari suatu negara, biasanya yang termasuk dalam
negara berpenghasilan rendah sampai menengah. Namun karakteristik yang paling
mencolok adalah dilihat nilai kapitalisasi pasarnya yaitu banyaknya perusahaan
yang tercatat, kumulatif volume perdagangan, keketatan peraturan pasar modal,
hingga kecanggihan dan kultur investor domestiknya.
Konsekuensi
pasar modal berkembang adalah nilai kapitalisasi pasarnya yang kecil. Ukuran
suatu kapitalisasi pasar biasanya dilihat dari rasio perbandingan dengan nilai
produk domestik bruto suatu negara. Selain itu konsekuensi lainnya adalah
terdapatnya volume transaksi perdagangan yang tipis (thin trading) yang
disebabkan oleh ketidaksingkronan perdagangan (non-syncronous trading) di
pasar. Perdagangan yang tidak singkron disebabkan oleh banyaknya sekuritas yang
teracatat tidak seluruhnya diperdagangkan, artinya terdapat beberapa waktu
tertentu dimana suatu sekuritas tidak terjadi transaksi.
Indonesia
yang sampai saat ini masih tercatat di IFC masih sebagai negara berkembang
dengan iklim investasi terburuk di regional Asia Timur. Walaupun dengan catatan
seperti itu, pada kenyataannya kita masih dilirik oleh investor asing.
Kenyataannya bahwa terdapat perusahaan-perusahaan nasional dengan notabene
berada di sektor strategis negara, ditawar oleh beberapa institusi asing
melalui akuisisi saham. Terdapatnya aliran dana masuk sebagai investasi yang
pada umumnya merupakan penanaman modal asing seharusnya bisa menjadi pendongkrak
perekonomian secara makro.
Alasan
utama investor asing memindahkan dananya ke negara berkembang adalah karena
negara berkembang memiliki potensi-potensi usaha yang belum tergali seluruhnya,
seperti pada motif klasik investasi ke negara lain. Michael Fairbanks dan Stace
Lindsay konsultan senior pada Monitor Company mengemukakan tujuan investor
asing datang ke negara-negara miskin yaitu biasanya hanya melihat kesempatan
untuk menarik sumber daya alam , upah kerja murah dan sebagai sasaran produk
atau jasa yang tidak berkualitas bagus.
Namun
terdapat alasan lain yang mendampingi motif tersebut, yaitu perbedaan yang
mencolok dengan negara maju. Jika kita gunakan pendekatan daur hidup usaha maka
negara berkembang masuk dalam kategori bertumbuh (growth) dibanding negara maju
yang masuk dalam kategori matang (mature). Artinya bahwa terdapat daya tarik
dari pertumbuhan ekonomi yang tinggi yang tentu saja disertai oleh return yang
tinggi pula, karena pertumbuhan ekonomi merupakan indikator agregat dari
industri di suatu negara. Misalnya bisnis telekomunikasi selular di Indonesia
yang tergarap secara padat baru di Pulau Jawa saja, sedangkan di luar itu masih
berpotensi tinggi untuk dijadikan pangsa pasar baru.
0 komentar:
Posting Komentar